Suatu hari, ketika Laila tengah berada di hutan, dia bertemu dengan seekor burung ajaib berbulu berkilau yang bernama Solara. Burung itu mengatakan kepadanya bahwa dia adalah pilihan yang dipilih oleh alam untuk menjaga keseimbangan di pulau tersebut.
Alkisah, hiduplah seorang anak yatim bernama Malin Kundang. Ia hidup bersama ibunya dalam keadaan serba susah. Hingga pada suatu hari, ia memutuskan untuk merantau. Di perantauaannya, ia bekerja keras hingga kaya raya dan menikah dengan seorang gadis dari desa tempatnya kini tinggal.
Selama praktik di kota, Dokter Rana terbayang terus kondisi desanya dan ia merasa bahwa seharusnya, ilmu yang dimilikinya sebagai seorang dokter bisa bermanfaat untuk kampung halamannya sendiri.
Kisah ini mengingatkan kita akan kekuatan kebaikan dan persahabatan yang dapat mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik.
Akhirnya, mereka bertemu Pak Garam dan meminta tolong kepadanya. "Saya tak punya pengetahuan untuk menyalatkan orang mati," jawab Pak Garam singkat. "Kami tak peduli Pak Garam pandai atau tidak, tetapi tolong keluarga kami yang meninggal itu dimandikan dan disembahyangkan," tutur salah seorang utusan tersebut. Setelah berpikir panjang dan tak ragu lagi, Pak Garam akhirnya menyutujui.
Engkau kumpulkan sisa-sisa tenagamu untuk membawaku ke dunia yang muram ini. Engkau memilih kelaparan agar aku kenyang.
Karena tidak ada Kumpulan Cerita Fiksi keluarga yang mau merawatnya, anak anjing itu pun dibiarkan berkeliaran. Bu Emily memberi tahu June bahwa sekaranglah saatnya jika dia ingin berterima kasih kepada anak anjing itu.
Keesokan paginya, June berjalan menuju halte bus dan terus menengok ke belakang untuk memeriksa apakah anak anjing itu masih mengikutinya. June terus melihat ke belakang dan hampir menyeberang jalan tanpa melihat kiri kanan.
Akhirnya, pemuda itu pergi, tetapi dia kembali dengan tujuh berlian yang berkilau. Dia memohon Laila untuk pergi bersamanya. Laila menolak lagi, karena dia tahu bahwa pulau dan alam adalah cintanya yang sejati.
Si Gareng dan si Semar pergi ke pasar baru untuk membeli sepatu futsal. Si Gareng senang membeli sepatu dan juga senang membayarnya, termasuk sepatu untuk si Semar. Setelah berkeliling di sekitar pasar, mereka berhenti di sebuah toko yang menjual sepatu futsal yang mereka inginkan.
“Aku senang seperti ini. Getah ini tidak menyakitiku. Aku akan merasa sakit jika kau lemparkan aku ke atas duri itu,” kata Kelinci Kecil sambil matanya mengerling ke arah duri pagar.
Suatu hari ketika Topan menggembalakan kambing di padang rumput sambil membaca buku, datanglah seorang kakek tua yang terlihat kelelahan meminta izin pada Topan untuk menumpang duduk di bawah pohon.
Sang raja yang melihat hewan peliharaannya mengejar seekor burung, lantas mulai berlari mengejar anjing peliharaannya.
Ketika kami tiba di Bandung, kami disambut dengan penuh kehangatan oleh keluarga kami yang tinggal di sana.